Wednesday, March 2, 2016

Perang Korea (1950-1953)

TERJADINYA PERANG KOREA (1950—1953) DAN HUBUNGAN KOREA UTARA DAN KOREA SELATAN HINGGA 2013

Latar Belakang Perang Korea
Setelah berakhirnya Perang Dunia II muncul persaingan-persaingan baru antara Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet) yang lebih dikenal dengan sebutan “Perang Dingin”. Adapun negara-negara yang telah menjadi korban akibat dari Perang Dingin diantaranya:
1.    Vietnam, yang terpecah menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan
2.    Jerman, terpecah menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur
3.    Korea, terpecah menjadi Korea Selatan dan Korea Utara
            Dalam perjanjian Yalta pada tahun 1945 disebutkan bahwa, Uni Soviet akan mengumumkan perang kepada Jepang setelah Perang di Eropa selesai. Dimana pasukan Uni Soviet akan menyerang Jepang melalui Semenanjung Korea. Pada tanggal 8 Agustus 1945, Uni Soviet melancarkan serangannya terhadap pasukan Jepang lewat Semenanjung Korea hingga mencapai garis batas 38º LU. Selama enam hari peperangan Uni Soviet keluar sebagai pemenang, tepatnya pada tanggal 14 Agustus 1945 pasukan Jepang menyerah kepada sekutu dengan ketentuan pasukan Jepang yang berada disebelah Utara garis 38º LU menyerah kepada Uni Soviet, sedangkan pasukan Jepang yang berada disebelah Selatan garis 38º LS menyerah kepada Amerika Serikat. Hal inilah yang menjadi dasar pembagian Korea, sehingga garis batas 38º Lintang Utara (LU), menjadi garis batas demarkasi antara Korea Utara dan Korea selatan.
Pihak Yang Terlibat Perang Korea :
Pihak Dari PBB :
  1. Korea Selatan
  2. Australia
  3. Belgia
  4. Kanada
  5. Kolombia
  6. Ethopia
  7. Perancis
  8. Yunani
  9. Belanda
  10. Selandia Baru
  11. Amerika Serikat
  12. Afrika Selatan
  13. Thailand
  14. Turki
  15. Inggris
        Pihak Dari Komunis:
  1. Korea Utara
  2. RRC
  3. Uni Soviet (Russia)

Pendudukan Jepang

Setelah mengalahkan Dinasti Qing Tiongkok pada Perang Tiongkok-Jepang Pertama (1894–96), Kekaisaran Jepang menduduki Kekaisaran Korea (1897–1910) yang dipimpin oleh Kaisar Gojong.Satu dekade kemudian, saat mengalahkan Kekaisaran Rusia pada Perang Rusia-Jepang (1904–05), Jepang menjadikan Korea sebagai protektorat-nya melalui Perjanjian Eulsa pada tahun 1905, kemudian menganeksasinya melalui Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea pada tahun 1910.
Sejak saat itu banyak kaum nasionalis dan intelektual yang melarikan diri. Beberapa dari mereka membentuk Pemerintahan Sementara Korea, dipimpin oleh Syngman Rhee, di Shanghai pada tahun 1919, dan menjadi pemerintahan dalam pengasingan yang hanya diakui oleh sedikit negara. Antara tahun 1919 hingga 1925, kaum komunis Korea memulai pemberontakannya terhadap Jepang.
Korea dianggap sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang bersama dengan Taiwan, yang merupakan bagian dari Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya; pada tahun 1937, Gubernur-Jenderal Minami Jiro memerintahkan dilakukannya asimilasi budaya Jepang terhadap 23,5 juta penduduk koloni dengan melarang bahasa, sastra, dan budaya Korea, dan menggantinya dengan budaya Jepang, serta memerintahkan orang Korea mengganti nama mereka menjadi nama Jepang. Pada tahun 1938, pemerintahan kolonial menjalankan sistem kerja paksa; hingga 1939, 2,6 juta orang Korea bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja paksa; pada tahun 1942, pria-pria di Korea dipaksa menjadi tentara Jepang.
Sementara itu di Tiongkok, kelompok nasionalis Tentara Revolusi Nasional dan kelompok komunis Tentara Pembebasan Rakyat mengorganisir (sayap-kanan dan sayap-kiri) patriot Korea yang mengungsi. Kelompok Nasionalis yang dipimpin oleh Yi Pom-Sok bertempur di Pertempuran Burma (Desember 1941 — Agustus 1945). Kelompok komunis, berada dibawah pimpinan Kim Il-sung, bertempur melawan Jepang di Korea.
Selama Perang Dunia II, tentara Jepang memanfaatkan makanan, ternak, dan logam dari Korea untuk tujuan perang. Tentara Jepang di Korea meningkat dari 46.000 (1941) ke 300.000 personel (1945). Tentara Jepang juga merekrut paksa 2,6 juta tenaga kerja yang dikontrol oleh polisi kolaborasionis Korea; lebih dari 723.000 orang dikirim ke luar negeri dan juga ke kota-kota di Jepang. Pada Januari 1945, 32% tenaga kerja Jepang adalah orang Korea; pada Agustus 1945, ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hirosima, 25% di antara mereka tewas. Pendudukan Jepang di Korea dan Taiwan itu tidak diakui oleh negara kekuatan dunia pada akhir perang.
Pada tahun berikutnya, Amerika Serikat dan Soviet membuat perjanjian untuk membagi Korea menjadi dua, tanpa melibatkan pihak Korea. Korea saat itu diwakili oleh kolonel Amerika Serikat Dean Rusk dan Charles Bonesteel. Dua tahun sebelumnya, di Konferensi Kairo (November 1943), Nasionalis Tiongkok, Britania Raya, dan Amerika Serikat memutuskan bahwa Korea harus menjadi negara merdeka, "pada waktunya"; Stallin pun setuju. Pada bulan Februari 1945, di Konferensi Yalta, Sekutu gagal mendirikan perwalian Korea sebagaimana diwacanakan pada tahun 1943 oleh presiden Amerika Serikat Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.
Sesuai perjanjian AS-Soviet, Uni Soviet mendeklarasikan perang pembebasan Korea dari Jepang pada tanggal 9 Agustus 1945, dan, pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah berhasil menduduki Korea bagian utara, dengan pendaratan amfibi di bagian utara paralel ke-38. Soviet juga berhasil mengusir tentara Jepang dan masuk melalui Manchuria. Tiga minggu kemudian, pada 8 September 1945, Letnan Jendral John R. Hodge dari Amerika Serikat tiba di Incheon untuk menerima penyerahan Jepang di wilayah Selatan paralel ke-38.

Pemisahan Korea (1945)

Pada Konferensi Potsdam (Juli—Agustus 1945), Sekutu secara sepihak memutuskan untuk membagi Korea tanpa melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan Konferensi Kairo (November 1943), ketika Churchill, Chiang Kai-shek, dan Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas dan merdeka. Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (Februari 1945) mengizinkan Stalin membangun "zona penyangga" Eropa — negara satelit yang berada di bawah Moskwa — sebagai balasan karena telah membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan Jepang.
Pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea, sebagaimana yang telah disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di paralel utara ke-38 selama 3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan Amerika Serikat di Selatan. Pada hari itu pula, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi Jepang (15 Agustus), Amerika Serikat ragu Uni Soviet akan mengakui peran mereka dalam "komisi bersama", perjanjian pendudukan Korea yang disponsori Amerika Serikat. Sebulan sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan politik-militer Amerika Serikat, Kolonel Dean Rusk dan Charles Bonesteel III membagi semenanjung Korea menjadi dua di garis lintang 38 derajat setelah dengan terburu-buru (tiga puluh menit) memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua pelabuhan.
Untuk menjelaskan mengapa zona demarkasi (paralel ke-38) terlalu selatan, Rusk mengatakan, "bahkan meskipun perbatasan itu lebih ke utara daripada yang dapat secara realistis dicapai oleh pasukan Amerika, dalam hal terjadi perselisihan Soviet... kami merasa penting untuk menyertakan ibu kota Korea sebagai tanggung jawab pasukan Amerika," terutama ketika "dihadapkan dengan kurangnya jumlah pasukan AS yang tersedia, juga faktor ruang dan waktu, yang mengakibatkan sulitnya pasukan mencapai lebih jauh ke utara sebelum pasukan Soviet sampai terlebih dahulu.” Pasukan Soviet setuju dengan demarkasi itu.
Dengan berkuasanya pemerintahan militer, Jenderal John R. Hodge secara langsung mengontrol Korea Selatan (USAMGIK 1945–48). Ia memperkuat kontrolnya dengan cara: pertama, mengembalikan kekuasaan administrator-administrator kunci kolonial Jepang dan juga polisi kolabolatornya; kedua menolak pengakuan USAMGIK terhadap Republik Rakyat Korea (Agustus–September 1945)—pemerintahan sementara Korea yang mulai berkuasa di semenanjung Korea—karena dianggap sebagai komunis. Kebijakan AS, yang menolak pemerintahan populer di Korea, menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan mengakibatkan munculnya Perang Saudara Korea.Pada 3 September 1945, Letnan Jendral Yoshio Kozuki, komandan, Tentara Wilayah ke-17 Jepang, menghubungi Hodge, mengatakan bahwa tentara Soviet mulai bergerak ke arah selatan lintang 38 derajat di Kaesong. Hodge mempercayai keakuratan informasi itu.
Pada Desember 1945, Korea di bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui Konferensi Menteri Luar Negeri Moskwa (Oktober 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak Korea. Komisi tersebut memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima tahun di bawah kepemimpinan dewan perwalian.[8][22] Rakyat Korea marah dan memulai revolusi di Selatan, beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat senjata;[9] untuk menahannya, USAMGIK melarang demonstrasi (8 Desember 1945) dan mencabut perlindungan hukum terhadap Pemerintahan Revolusioner dan Komite Rakyat Republik Rakyat Korea pada 12 Desember 1945.
Penindasan kedaulatan ini mengakibatkan 8.000 pekerja kereta api berunjuk rasa pada 23 September 1946 di Pusan, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Korea yang dikuasai AS; USAMGIK pun kehilangan kekuasaannya. Pada 1 Oktober 1946, polisi Korea membunuh tiga mahasiswa dalam "Pemberontakan Daegu"; rakyat menyerang balik dan membunuh 38 polisi. Demikian pula pada tanggal 3 Oktober, sekitar 10.000 orang menyerang kantor polisi Yeongcheon, membunuh tiga anggota polisi dan melukai 40 orang lainnya; di tempat lain, massa membunuh 20 tuan tanah dan pejabat Korea Selatan yang pro-Jepang.[15] USAMGIK mendeklarasikan hukum perang untuk mengontrol Korea Selatan.
Kelompok sayap-kanan Representative Democratic Council, yang dipimpin oleh nasionalis Syngman Rhee, menentang perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa setelah tiga puluh lima tahun (1910–45) dikuasai pemerintah kolonial Jepang (pemerintah asing), rakyat Korea menolak dipimpin pemerintahan asing lainnya, termasuk AS dan Soviet. Untuk mendapatkan keuntungan dari memanasnya suhu perpolitikan, AS keluar dari Persetujuan Moskwa—dan membentuk pemerintahan sipil anti-komunis di Korea Selatan. AS juga melakukan pemilu yang kemudian ditentang, dan diboikot oleh Uni Soviet untuk memaksa AS mematuhi Persetujuan Moskwa.
Resultan pemerintah anti-komunis Korea Selatan yang mengumumkan secara resmi konstitusi politik nasional (17 July 1948) memilih Syngman Rhee (20 July 1948) sebagai presiden dan mendirikan Republik Korea Selatan pada 15 Agustus 1948. Demikian juga di Zona Pendudukan Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea Utara yang dipimpin oleh Kim Il-sung. Presiden Korea Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan anggota kelompok sayap kiri dari panggung perpolitikan nasional. Merasa dicabut haknya, mereka pergi ke daerah perbukitan dan bersiap melakukan perang gerilya melawan pemerintahan Republik Korea yang disokong oleh Amerika Serikat.
Para nasionalis, baik Syngman Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan Korea, namun di bawah sistem politik yang dianut masing-masing pihak. Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea Utara berhasil meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang setelah sebelumnya melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan bantuan terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal masa Perang Dingin itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa apapun adalah anggota blok Komunis yang dikontrol atau setidaknya mendapat pengaruh dari pemerintahan Moskwa; akibatnya AS mengaggap perang sipil di Korea sebagai manuver hegemoni dari Uni Soviet.
Tentara AS mundur dari Korea tahun 1949, meninggalkan tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Di lain pihak, Uni Soviet memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah banyak ke tentara Korea Utara dan mendukung rencana invasi Kim Il-Sung.

Jalannya perang

Professor Shen Zhihua, yang menggunakan dana pribadinya untuk membeli arsip-arsip Uni Soviet, banyak menemukan telegram-telegram antara Moskwa dengan Beijing sebelum perang dimulai. Berikut ini adalah ikhtisar singkat dari sejumlah telegram antara Mao dan Stalin.
  • Pada 1 Oktober 1950 Kim Il-sung mengirim telegram ke Tiongkok, meminta intervensi militer. Pada hari yang sama, Mao Zedong menerima telegram Stalin, yang juga meminta Tiongkok mengirim pasukan ke Korea.
  • Pada 5 Oktober 1950, di bawah tekanan Mao Zedong dan Peng Dehuai, Komite Pusat Komunis Tiongkok memutuskan untuk melakukan intervensi militer di Korea.
  • Pada 11 Oktober 1950 Stalin dan Zhou Enlai mengirim telegram yang ditandatangani bersama kepada Mao, yang menyatakan:
  1. Tentara Tiongkok yang dikirimkan kurang persiapan dan tidak dilengkapi tank dan artileri; dibutuhkan waktu dua bulan sebelum bantuan perlindungan udara sampai di sana.
  2. Dalam jangka waktu satu bulan, tentara dengan perlengkapan memadai harus sudah siap di posisinya masing-masing; bila tidak, maka pasukan AS akan berjalan lebih jauh ke utara dan mengalahkan Korea Utara.
  3. Pasukan dengan perlengkapan yang memadai harus dikirim ke Korea dalam jangka waktu enam bulan, bila lebih, maka Korea Utara diperkirakan telah diduduki AS, sehingga bantuan tentara akan sia-sia.
  • Pada 12 Oktober 1950, pukul 15:30 waktu Beijing, Mao mengirim telegram kepada Stalin melalui duta besarnya: Saya setuju dengan keputusan Anda (Stalin dan Zhou).
  • Pada 12 Oktober 1950, pukul 22:12 waktu Beijing, Mao mengirim telegram lain: Saya setuju dengan telegram 10 Oktober, pasukan saya akan tetap di tempatnya, saya telah mengeluarkan perintah untuk menunda rencana ke Korea.
  • Pada 12 Oktober 1950, Stalin mengirim telegram ke Kim Il-sung, mengatakan: tentara Rusia dan Tiongkok tidak akan datang.
  • Pada 13 Oktober, duta besar Rusia di Beijing mengirim telegram kepada Stalin, mengatakan: Mao Zedong telah memberitahu kepadanya bahwa Komite Pusat Komunis Tiongkok telah menyetujui keputusan pengiriman pasukan ke Korea
Peta Perang Korea

 Korea Utara menyerang (Juni 1950)

Meskipun PBB menerima banyak pesan yang memberitahu bahwa Korea Utara akan melakukan invasi, PBB menolak semuanya. Sebelum perang, pada awal tahun 1950, perwira CIA stasiun Tiongkok Douglas Mackiernan menerima ramalan intelejen Tiongkok dan Korea Utara yang meramalkan bahwa tentara Korut akan menyerang ke Selatan.
Dengan alasan membalas provokasi Korea Selatan, Tentara Korea Utara (tentara Korut) menyebrangi paralel ke-38, dibantu tembakan artileri, Minggu pagi tanggal 25 Juni 1950. tentara Korut mengatakan bahwa pasukan Republik Korea (ROK), di bawah pimpinan "bandit pengkhianat Syngman Rhee", telah menyebrangi perbatasan "terlebih dahulu", dan mereka akan menangkap serta mengeksekusi Rhee. Pada tahun-tahun sebelumnya, kedua Korea telah saling menyerang satu sama lain.
Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK PBB, meskipun Uni Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak Januari. Pada 27 Juni 1950, Presiden Truman memerintahkan angkatan udara dan laut AS untuk membantu rezim Korea Selatan. Setelah memperdebatkan masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan kepada PBB, Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet menuduh Amerika memulai intervensi bersenjata atas nama Korea Selatan.
Uni Soviet menentang legitimasi perang tersebut, karena (i) data intelejen tentara Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83 didapatkan dari intelejen AS; (ii) Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) tidak diundang sebagai anggota sementara PBB, yang berarti melanggar Piagam PBB Pasal 32; dan (iii) perang Korea berada di luar lingkup Piagam PBB, karena perang perbatasan Utara-Selatan awalnya dianggap sebagai perang saudara. Selain itu, perwakilan Soviet memboikot PBB untuk mencegah tindakan Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat dari 5 anggota tetap DK PBB.
Korea Utara memulai "Perang Pembebasan Tanah Air" dengan melakukan invasi darat dan udara dengan 231.000 tentara, yang berhasil menguasai objek dan wilayah sesuai dengan yang direncanakan seperti Kaesŏng, Chuncheon, Uijeongbu, dan Ongjin, yang mereka dapatkan setelah mengerahkan 274 tank T-34-85, 150 pesawat tempur Yak, 110 pesawat pengebom, 200 artileri, 78 pesawat latihan Yak, dan 35 pesawat mata-mata.
Sebagai tambahan pasukan invasi, tentara Korut memiliki 114 pesawat tempur, 78 pesawat pengebom, 105 T-34-85, dan 30.000 pasukan yang berpangkalan di Korea Utara. Di laut, meskipun hanya terdiri dari beberapa kapal perang kecil, juga terjadi pertempuran yang cukup sengit antara keduanya.
Di pihak lain, tentara Korea Selatan masih belum siap. Pada South to the Naktong, North to the Yalu (1998), R.E. Applebaum melaporkan bahwa tentara Korea Selatan memiliki tingkat kesiapan tempur yang rendah pada 25 Juni 1950. Tentara Korea Selatan hanya memiliki 98.000 tentara (65.000 tentara tempur, 33.000 tentara penyokong), tidak memiliki tank, dan 22 pesawat yang terdiri dari 12 pesawat tipe penghubung dan 10 pesawat latihan AT6. Selain itu tidak ada pasukan asing yang berpangkalan di Korea saat itu - meskipun terdapat pangkalan AS di Jepang.
Dalam jangka waktu beberapa hari saja, banyak tentara Korea Selatan — yang kurang loyal terhadap rezim Syngman Rhee — lari ke selatan atau malah berkhianat dan bergabung dengan tentara Korea Utara.

Aksi Polisional: Intervensi Amerika Serikat

Meskipun terjadi demobilisasi besar-besaran pasca Perang Dunia II di tubuh sekutu, ada sepasukan tentara AS di Jepang dengan jumlah yang cukup besar di bawah pimpinan Jenderal MacArthur. Mereka bisa melawan Korea Utara. Selain AS, di sana, Inggris juga memiliki kekuatan tempur yang hampir sama besarnya.
Pada hari Sabtu, 24 Juni 1950, Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson memberi tahu Presiden Harry S. Truman melalui telepon, "Bapak Presiden, saya memiliki berita yang sangat serius. Korea Utara telah menyerang Korea Selatan." Truman dan Acheson mendiskusikan sebuah serangan balasan sebagai respon yang akan diambil AS dengan pimpinan departemen pertahanan, yang setuju bahwa Amerika Serikat harus mengusir agresi militer, lalu menghubungkannya dengan agresi Adolf Hitler pada tahun 1930 (yang ketika itu didiamkan AS). Kesalahan seperti itu tidak boleh terulang.Presiden Truman mengakui bahwa pertempuran ini berkaitan dengan usaha Amerika mencegah komunisme yang semakin mengglobal:
"Komunisme sedang beraksi di Korea, sebagaimana yang dilakuan Hitler, Mussolini, dan Jepang lakukan sepuluh, lima belas, dan dua puluh tahun yang lalu. Saya merasa yakin bila Korea Selatan dibiarkan jatuh, pemimpin Komunis akan semakin melebarkan kekuasaannya hingga ke negara dekat pantai kita sendiri. Jika komunis dibiarkan memaksakan kehendak mereka di Republik Korea tanpa perlawanan dari dunia yang bebas, negara-negara kecil lainnya akan kehilangan keberanian untuk melawan ancaman dan agresi dari tetangga Komunisnya yang lebih kuat."
Presiden Harry S. Truman mengumumkan bahwa AS akan melawan "agresi yang tidak diprovokasi" dan "bersemangat mendukung upaya dewan keamanan [PBB] untuk mengakhiri pelanggaran serius terhadap perdamaian.Pada Agustus 1950, Presiden dan Sekretaris Negara dengan mudah membujuk Kongres mengegolkan $12 miliar untuk menambah anggaran militer di Asia yang penting untuk mencapai tujuan National Security Council Report 68 (NSC-68), penahanan global AS terhadap komunisme.
Atas rekomendasi Acheson, Presiden Truman memerintahkan Jenderal MacArthur mengirim material kepada tentara Republik Korea dan memberikan perlindungan udara pada evakuasi warga negara Amerika Serikat. Akan tetapi, presiden menolak mengebom Korea Utara secara langsung. Selain itu, presiden juga memerintahkan Armada ke-7 AS untuk melindungi Taiwan, yang meminta untuk ikut bertempur di Korea. Akan tetapi presiden menolak permintaan itu dengan alasan dapat memancing kemarahan Tiongkok.
Pertempuran Osan adalah pertempuran besar pertama antara AS dan Korea Utara di Perang Korea. Pada 5 Juli 1950, Task Force Smith menyerang Korea Utara di Osan, namun karena tidak membawa senjata yang mampu menghancurkan tank Korea Utara, mereka gagal, dengan total 180 orang tewas, terluka, atau tertangkap. Korea Utara maju ke Selatan, memaksa Divisi ke-24 AS mundur ke Taejeon, yang di kemudian hari juga berhasil dikuasai Korea Utara pada Pertempuran Taejon; Divisi ke-24 menderita 3.602 tewas atau terluka dan 2.962 ditangkap—termasuk komandan divisi Mayor Jendral William F. Dean. Di udara, Angkatan Udara Korea Utara menembak jatuh 18 pesawat tempur dan 29 pengebom AS; sementara AS hanya menjatuhkan 5 pesawat tempur Korea Utara.
Pada bulan Agustus, Korea Utara berhasil menekan Korea Selatan dan tentara AS ke kota Pusan, di Korea Tenggara.Dalam serangan itu, Korea Utara menghabisi akademisi Korea Selatan dengan membunuh pegawai negeri dan kaum intelektual. Pada 20 Agustus, Jenderal MacArthur memperingatkan pemimpin Korea Utara Kim Il-Sung bahwa ia bertanggung jawab terhadap kekejaman tentara Korea Utara.[8][26] Hingga bulan September, tentara PBB hanya bisa mengontrol pinggiran kota Pusan, atau hanya 10% dari wilayah Korea.

Pertempuran Incheon

Keadaan di Pusan Perimeter telah berbalik; tentara Korut mulai kekurangan orang dan pasokan sementara di sisi Republik Korea pasukan telah mendapatkan tambahan senjata dan amunisi. Untuk membantu pertahanan di Perimeter Pusan, Jenderal MacArthur merekomendasikan sebuah pendaratan amfibi di Incheon, di belakang garis pertahanan Korut.Pada 6 Juli, ia memerintahkan Mayor Jenderal Hobart Gay, komandan Divisi Kavaleri pertama, untuk merencanakan pendaratan amfibi tersebut pada 12—14 Juli, Divisi Kavaleri pertama berangkat dari Yokohama untuk membantu Divisi Invantri ke-24.
Operasi yang disebut sebagai Operasi Chromite ini dilaksanakan saat gelombang ombak mengganas. Jenderal McArthur telah lama merencanakan penyerbuan ini, namun Pentagon selalu mencegahnya. Ketika mendapatkan otoritas, ia mengerahkan pasukannya yang terdiri dari 70.000 infantri Divisi Marinir Pertama, Divisi Infantri ke-7, dan 8.600 tentara Republik Korea. Pada tanggal hari-h tanggal 15 September, tim penyerang menghadapi sedikit—namun kuat—tentara Korut; intelijen militer, operasi psikologis, pengintaian, dan pengeboman turut berperan dalam operasi ini. Pengeboman itu sendiri menghancurkan sebagian besar kota Incheon.
Pendaratan Incheon memungkinkan Divisi Kavaleri Pertama untuk mulai menyerang ke bagian utara. Mereka maju 106.4 mil ke dalam wilayah musuh dan kemudian bergabung dengan Divisi Infantri Ke-7 di Osan. Perlahan-lahan mereka menghabisi tentara Korut, dan mengepung yang masih tersisa di wilayah Korea Selatan; dengan cepat, Jenderal MacArthur merebut kembali Seoul; namun tentara Korut yang nyaris terkepung berhasil kabur ke Utara dengan hanya 25.000 hinga 30.000 pasukan tersisa.

Serangan PBB: Invasi ke Korea Utara (September–Oktober 1950)

Pada tanggal 1 Oktober 1950, Komando PBB mendorong tentara Korut hingga ke Utara, melewati paralel ke-38, Republik Korea kemudian mengejar mereka masuk ke wilayah Korea Utara. Enam hari kemudian, pada 7 Oktober, dengan otorisasi dari PBB, pasukan Komando PBB mengikuti pasukan Republik Korea menyerang ke wilayah Utara. Angkatan Darat AS kedepalam dan tentara Republik Korea menyerang ke bagian Barat Korea, dan berhasil merebut Pyongyang, ibukota Korea Utara, pada 19 Oktober 1950. Di akhir bulan, pasukan PBB menahan 135,000 tawanan perang; dan mereka melihat adanya perpecahan di tentara Korea Utara.
Jenderal MacArthur dan beberapa politisi Amerika sempat mengusulkan untuk menyerang Komunis Tiongkok untuk menghancurkan depot Tentara Rakyat China yang memasok kebutuhan perang Korea Utara, namun Presiden Truman tidak setuju, dan memerintahkan Jenderal MacArthur tidak melewati perbatasan Tiongkok-Korea.
Jenderal MacArthur, UN Command CiC (duduk), mengamati penembakan laut di Incheon dari USS

Sebab-sebab Umum

a.    Adanya persaingan ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
            Salah satu dampak Perang Dunia II adalah adanya Perang Dingin, yakni pertentangan antara Blok Barat dibawah komandan Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Soviet. Pihak Korea Selatan yang berada dibawah pengaruh Amerika Serikat mengembangkan paham liberal-kapitalis, sedangkan Korea Utara dibawah pengaruh Uni Soviet mengembangkan paham sosialis-komunis.
b.    Pembagian wilayah korea menjadi dua bagian
            Setelah Perang Dunia II berakhir, Korea menjadi daerah yang dipersengketakan. Dimana beberapa hari sebelum Jepang menyerah pada tanggal 10 Agustus 1945, Amerika Serikat dan Uni Soviet akan menerima tawanan-tawanan perang Jepang yang berada didaerah Korea. Keputusan ini didasarkan pada Perjanjian Potsdam 1945, yaitu membagi Korea menjadi dua bagian dengan batas wilayah 38º Lintang Utara, menyerah kepada Amerika Seikat dibawah pimpinan Letnal Jenderal  John R. Hogde. Sedangkan pasukan Jepang yang berada disebelah Utara garis 38º Lintang Utara, menyerah kepada Uni Soviet dibawah pimpinan kolonel Jenderal Ivan M. Christyalov.
            Pihak Amerika Serikat dan Uni Soviet sebenarnya tidak menjadikan garis tersebut sebagai garis demarkasi antara Korea Utara dan Korea Selatan, melainkan garis tersebut hanya merupakan batas wilayah untuk menerima tawanan-tawanan Jepang pasca Perang Pasifik. Namun, pada akhirnya garis tersebut berubah fungsi menjadi garis demarkasi antara pertahanan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dengan demikian, pembagian wilayah Korea enjadi dua bagian ini menjadi suatu garis pertikaian antara dua kekuatan. Dilain pihak, secara tidak langsung hal ini mengahalangi cita-cita bangsa Korea untuk menjadi bangsa yang merdeka dan bersatu.
c.    Tidak adanya kesepakatan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet tentang pembentukan Korea Utara.
            Pada bulan Desember 1945 diadakan konferensi para menteri luar negeri di Moskow, konferensi ini diadakan sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Potsdam. Dalam konferensi tersebut memperoleh atau menghasilkan kesepakatan antara Amerka Serikat, Uni Soviet dan Inggris yang menyatakan akan membentuk pemerintahan Korea yang demokratis. Pemerintahan ini merupakan pemerintahan perwakilan Internasional yang akan berlangsung selama lima tahun, dimana dalam pemerintahan perwakilan tersebut pasukan-pasukan Amerika Serikat maupun Uni Soviet ikut serta didalamnya (joint Commission).
            Pelaksanaan pemerintahan perwakilan Internasional ternyata tidak dapat diwujudkan, karena tidak adanya kesepakatan antara amerika serikat dan uni soviet. Masalah korea kemudian dibawa ke sidang sidang umum PBB. Pada tanggal 14 November 1947, sidang umum PBB memutuskan untuk membentuk komisi yang disebut “United Nations Temporary Commission on Korea” (komisi Sementara PBB untuk Korea). Dari hasil sidang tersebut menyarankan agar selambat-lambatnya pada tanggal 13 Maret 1948, di Korea diadakan pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat Korea. Tugas dari komisi Sementara PBB untuk korea antara lain:
1)   Mengadakan pengawasan keberlangsungan pemilihan umum
2)   Mengadakan pembicaraan dengan para wakil rakyat hasil pemilihan umum untuk merundingkan umum untuk merundingkan masalah kemerdekaan Korea.
            Kemudian setelah wakil Korea terpilih, maka PBB kemudian mengajukan rencana antara lain:
1)   Membentuk dewan Nasional
2)   Mendirikan pemerintahan Korea yang merdeka.
            Sesudah pemerintahan Korea terbentuk maka tentara pendudukan akan ditarik mundur. Korea selatan dan Amerika Serikat dapat menjalankan rencana tersebut, sebab rencana itu pada dasarnya merupakan siasat dari Amerika Serikat sendiri yang mendominasi dalam PBB. Akan tetapi, Uni Soviet menolak hal tersebut dan mengusulkan, bahwa tentara pendudukan akan ditarik mundur terlebih dahulu, dan baru kemudian mendirikan pemerintahan Korea merdeka. Dengan demikian, korea menjadi ajang pencaturan politik dan militer antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Selanjutnya masing-masing pihak akhirnyamembentuk pemerintahan baru di Korea, yaitu:
1)   Pada tanggal 15 Agustus 1948 Amerika Serikat membentuk Republik Korea (Korea Selatan) beribu kota di Seoul, dengan Syngman Rhee sebagai Presiden pertama.
2)   Pada tanggal 9 September 1948 Uni Soviet membentuk Republik Demokrasi Rakyat Korea (Korea Utara) beribu kota di Pyongyang, dengan Kim II sung sebagai Presiden pertamanya (Agung Leo S, 2012:134)

Sebab-sebab Khusus

Pada bulan desember 1948, sidang umum PBB mengesahkan laporan tentang hasil-hasil pemilihan di Korea Selatan. Sidang menyatakan bahwa pemerintahan Korea Selatan adalah satu-satunya pemerintahan yang sah. Selain itu juga diputuskan terbentuknya komisi baru Korea yakni Commission on Korea (Komisi tentang Korea), tugas dari komisi ini antara lain:
1)   Mengambil alih komisi sementara PBB di Korea
2)   Mencoba mengadakan penyatuan Korea
3)   Mengadakan penyelidikan penarikan pasukan pendudukan di Korea.
Dengan adanya keputusan tersebut, Korea Utara semakin membenci Korea Selatan dan Amerika Serikat. Korea Utara merasa hak-haknya tidak diakui PBB. Dengan demikian, Uni Soviet terus mendukung Korea Utara untuk mendapatkan hak-haknya dan mendapatkan wilayah Korea seluruhnya dengan jalan kekerasan atau peperangan (Agung, 2012: 135).
Upaya Penyelesaian Perang Korea
Terjadi perang Korea (1950 - 1953) sebab Korea Utara menyerbu Korea Selatan dibantu US dan RRC. PBB membentuk pasukan Internasional dan berhasil mengusir perang kembali ke perbatasan 38o LU (Soepratignyo : 1999, 51). Maka selanjutnya diadakan sesbuah perundungan untuk mencegah meluasnya perang. Pada 23 Juni 1951 Jacob Malik selaku wakil tetap Uni Soviet di PBB, menyatakan bahwa bersedia mengadakan perundingan serta akan segera mengirimkan wakil – wakilnya :
a)    Perundingan Kaesong (10 Juni – 22 Agustus 1951)
Perundingan di Kaesong disetujui oleh pihak Korea utara maupun Korea selatan karena disebabkan oleh kedua belah pihak memiliki masing – masing pendapat mengapa tempat Kaesong disetujui sebagai tempat perundingan :
1.    Pihak Korea Utara mempertimbangkan bahwa Kaesong terletak 20 mil di dalam garis pertahanan mereka
2.    Bagi pihak Korea Selatan dapat menimbulkan kesan bahwa mereka bersedia melaksanakan perundingan.
Perundingan di Kaesong merupakan strategi bagi RRC untuk menghambat gerakan PBB di Kaesong. Kaesong merupakan wilayah yang strategis dalam menentukan kemenangan melalui garis Lintang 38o, namun perundingan yang berlangsung selama tiga bulan ini mengalami kegagalan, disebabkan kedua belah pihak tidak dapat saling menghormati satu sama lain bahkan saling menuduh satu sama lainnya. Kegagalan ini disebabkan tidak adanya kesepakatan tentang garis demokrasi.
b)   Perundingan di Panmunyom (25 Oktober – 27 Juni 1953)
Perundingan ini merupakan perungingan yang bersambung pada perundingan di Kaesong. Dalam perundingan ini masalah garis demokrasi dibahas dan menjadi hangat. Pihak utara mengusulkan garis demokrasi selebar 2 mil, selanjutnya daerah ini dijadikan daerah bebas militer. Tentu saja dengan persetujuan pihak Korea Selatan. Artinya permasalahan pada perundingan sebelumnya yaitu perundingan Kaesong sudah teratasu dan terselesaikan. Perundingan selanjutnya adalah perundingan genjatan senjata.
c)    Gencatan senjata
Pada tanggal 27 Juli 1953 diberlakukan genjatan senjata. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya, garis demakrasi militer yang memisahkan kedua belah pihak yang telah ditentukan yaitu memanjang dari muara sungai Han. Dengan demikian, perang Korea berakhir untuk sementara (sejak 1953 sampai sekarang) dalam situasi perang tanpa letusan senjata. Dan keadaan kedua Negara dipecah menjadi dua yaitu Korea selatan dan Korea utara dengan terpisahkan garis LU 38o.
Perang Korea yang berlangsung hingga 27 Juli 1953 memakan korban hampir tiga juta orang tewas. Pada tanggal 8 Agustus 1953, pakta pertahanan bersama antara Korea Selatan dan AS ditandatangani di Seoul oleh John Foster Dolies (Menlu AS) dan Syngman Rhee (Presiden Republik Korea Selatan). Perjanjian ini memberikan perlindungan atas Korea Selatan oleh AS apabila ada serangan dari luar (Songo, --:--)
Dampak dari Perang Korea Terhadap Kedua Negara dan Dunia
Perang Korea ternyata menimbulkan dampak yang cukup luas di dunia internasional. Hal ini dikarenakan oleh berbagai sebab, antara lain:
1.    Korea bekas daerah jajahan Jepang. Jepang merupakan negara fasis terbesar di Asia yang menjadi kekuatan super dan mampu menjadi saingan bagi negara-negara imperialis Barat, seperti Inggris, Amerika Serikat dan Uni Soviet Jepang yang berhasil menganeksasi Korea sejak 1910 menjadi sorotan dunia, karena Jepang dikategorikan penjahat perang setelah Jerman. Kekuata Jepang di Korea merupakan suatu hal penting yang perlu diperhitungkan oleh negara-negara besar di dunia.
2.    Pasca perang dunia II yang ditandai dengan kekalahan Jepang, Korea telah jatuh ke tangan Amerika Serikat, Uni Soviet dan RRC. Ketiga negara tersebut adalah negara kuat yang mempunyai pengaruh dan peranan yang cukup besar di dunia, karena negara-negara di dunia pada saat itu mempunyai ketergantungan pada mereka, khususnya kekuatan militer.
3.    Keikutsertaan PBB, telah melibatkan anggotanya untuk menyelesaikan masalah Korea. Ini berarti, Perang Korea telah pula menyeret negara-negara di dunia. Dengan demikian, Perang Korea juga membawa dampak bagi dunia internasional (Agung, 2012: 142).
Dampak Perang Korea bagi dunia internasional, antara lain sebagai berikut:
1.    Muncunya dua Negara adidaya, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet
Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah Negara besar yang rnendominasi dunia pasca Perang Dunia II. Dengan kedudukannya di Korea telah mendapatkan tempat yang strategis di Asia dalam upaya mencari dukungan di Asia dalam perluasan pengaruhnya.
2.    Munculnya RRC sebagai kekuatan baru
Dalam perkembangan intnternasiona sedang mengalami polarisasi kekuatan Barat di bawah komando Amerika Serikat dan kekuatan Timur di bawah pimpinan Uni Soviet, ternyata lebih cenderung untuk menggabungkan diri pada kekuatan Timur. Dalam Perang Korea dengan jelas RRC menyokong Korea Utara dan mengakibatkan perubahan fundamental politik di kawasan Asia Pasifik.
Perang Korea telah menunjukkan kekuatan RRC yang dapat menyaingi kekuatan militer Amerika Serikat. Apabila Uni Soviet tidak mendapat bantuan militer dari RRC, Uni Soviet akan mengalami kekalahan. Dengan adanya partner politik RRC-Uni Soviet sejak Perang Korea, menambah kokohnya pertahanan komunis khususnya di Asia. Sebaliknya, dekatnya hubungan Uni Soviet dan RRC, mengakibatkan putusnya hubungan diplomatik Amerika Serikat-RRC.
RRC muncul sebagai kekuatan baru di Asia, menggantikan kedudukan Jepang yang telah hancur. Didukung oleh jumlah penduduk yang besar, perkembangan industri dan pertanian; RRC berhasil mengembangkan militernya. Keunggulannya dibanding dengan Negara-negara lain di kawasan Asia dan peranannya yang besar dalam Perang Korea, inilah yang mengubah RRC menjadi kekuatan baru di Asia.
Melihat partnership RRC-Uni Soviet, Presiden Truman memutuskan untuk menerapkan politik pembendungan komunis. Selain itu, Amerika Serikat mengadakan perubahan secara fundamental terhadap Jepang yang dapat digunakan Sebagai benteng utamanya di Asia. Bahkan Jepang diizinkan untuk membentuk pasukan bela diri, dimaksudkan agar dapat menangkal meluasnya pengaruh komunis.
Perkembangan komunis di Asia terutama ditujukan pada RRC bukannya Uni Soviet, karera RRC adalah negara yang berada di kawasan Asia, sehingga lebih banyak memahami seluk-beluk Negara-negara di sekitarnya. Dengan demkian, posisi RRC di Asia lebih berbahaya dibandingkan Uni Soviet di Eropa.
3.    Munculnya pertahanan bersama
Untuk menjaga keamanan dan pertahanan seteteh Perang Korea, dan untuk membendung perkembangan komunis secara intensif, menyadarkan negara-negara di dunia membentuk pertahanan bersama dengan kepentingan yang berbeda. Secara kongkret pertahanan bersama yang muncul setelah Parang Korea adalah South East Asia Treaty Organization (SEATO) yang didirikan pada 1954 dengan anggota Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, Selandia Baru, Filipina, Thailand, Pakistan dan Korea Selatan. Pertahanan bersama ini merupakan satah satu upaya pembendungan komunisme di Asia .
Dari uraian di atas, ternyata Perang Korea baik langsung maupun tidak langsung telah membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah menyadarkan seluruh negara di kawasan Asia-Afrika untuk mewujudkan menjadi suatu negara yang merdeka lepas dari campur tangan asing. Sedangkan dampak negatifnya, Perang Korea telah memecah bangsa menjadi dua negara yang berbeda dengan paham yang berbeda pula. Di samping itu, Perang Korea telah memperuncing persaingan  antara Blok Barat dan Blok Timur (Agung, 2012: 142-144).
Secara signifikan, dampak adanya Perang Korea ini dapat dibagi ke dalam 3 bagian, yaitu:
1.    Dampak Ekonomi kedua belah pihak (Utara dan Selatan)
Perang antar kedua pihak ini mengakibatkan hancurnya infrastruktur dan ekonomi negara. Pada tahun 1970 ekonomi kedua belah pihak sempat seimbang, namun orientasi ekonomi Korea Utara lebih memprioritaskan pada kepentingan militer dibanding dengan kebutuhan rakyatnya sendiri. Korea Utara seringkali mengalami kekurangan makanan dan menyebabkan tingginya tingkat kematian penduduk akibat kelaparan. Korea Utara seringkali meminta bantuan dari luar negeri, tak terkecuali dari pihak Korea Selatan.
Berbeda halnya dengan Korea Selatan, mereka lebih menekankan pertumbuhan ekonomi dengan liberalisasi pasar dan perdagangan, sehingga perindustrian dan kemajuan ekonomi Korea Selatan maju dengan pesat dan menjadi salah satu Macan Asia.
2.    Dampak Politik
Korea Selatan mengadopsi sistem politik yang demokratis, berbeda dengan sistem politik di Korea Utara yang komunis-sentralistik. Dengan sistem demokrasi, maka pihak militer meninggalkan perannya dari arena politik, sedangkan pihak Korea Utara lebih menekankan nilai hierarki struktur keluarga sebagai pemimpin berikutnya.
3.    Dampak Militer dan Keamanan
Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas sebelumnya, Korea Utara lebih menekankan ekonomi dalam upayanya meningkatkan kapasitas militer dan nuklirnya. Dengan adanya sikap dan pengaruh dari kepemilikan senjata nuklir ini, maka secara tidak langsung menyebabkan instabilitas kawasan Asia Pasifik, terlebih dengan beberapa percobaan peluncuran nuklir Korea Utara yang menurut data intelijen mampu menjangkau sebagian wilayah Amerika Serikat.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Perang Korea pada 25 Juni 1950-27 Juli 1953 ini adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga disebut dengan "perang yang dimandatkan" antara Amerika- Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Perang ini dapat dikatakan sebagai Perang saudara, meskipun banyak pihak yang terlibat secara tidak langsung di dalamnya. Korea Utara, yang berbasis komunis, berusaha untuk menyatukan semenanjung Korea ke dalam satu pemerintahan tunggal, yang telah terpisah semenjak 1948. Korea Utara didukung oleh Uni Soviet, sementara Korea Selatan didukung oleh Amerika Serikat dan sekutunya (Kanada, Australia, dan Britania Raya), meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Upaya-upaya rakyat Korea untuk mendirikan pemerintahan independen tidak terlaksana karena pasukan Amerika serikat menduduki bagian selatan Semenanjung Korea, sedangkan pasukan Uni soviet menguasai bagian Utara. Pada bulan november 1947, Majelis Umum perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menyepakati sebuah revolusi yang meminta diadakannya pemilihan umum di Korea di bawah pengawasan sebuah komisi PBB. Akan tetapi Uni soviet menolak untuk mematuhi revolusi tersebut dan menolak masuknya komisi PBB ke bagian paruh utara Korea. Majelis umum PBB kemudian membuat resolusi lain yang menunutut diadakannya pemilihan umum di wilayah-wilayah yang bisa dimasuki oleh Komisi PBB. Pemilihan umum pertama dilaksanakan pada tanggal 10 mei 1948, di wilayah-wilayah di sebelah garis lintang 38’. Hasil dari Pemilu ini ialah Syng Man Rhee dipilih menjadi Presiden pertama Korea Utara. Sementara itu disebelah utara garis lintang 38’ Kim il Sung dipiliah menjadi Presiden Korea Utara. Garis 38’ inilah yang mambagi semenanjung Korea menjadi Korea Selatan dan Korea Utara. (Jaro, 2008: 60). Kemudian Korea Selatan membentuk negara Republik Korea Selatan. Sementara Korea Utara membentuk pemerintahan komunis Korea Utara. Perang Korea sendiri merupakan konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang berlangsung mulai tanggal 25 juni 1950 sampai 27 juli 1953. Perang Korea (1950-1953) terjadi karena Korea Utara menyerbu Korea Selatan dibantu US dan RRC (Soepratignyo, 1999: 51).
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Namun demikian, ketegangan di semenanjung Korea masih terus membekas. Kerugian besar diderita kedua belah pihak ketika perang dihentikan, 27 Juli 1953. Amerika kehilangan 36.914 tentaranya, sementara Korea Selatan 415.005. Korea Utara menurut Departemen Pertahanan AS, kehilangan 2 juta serdadunya jumlah yang sangat besar untuk perang tiga tahun.
Hubungan Korea Utara dan Korea Selatan Hingga 2013
Konflik di semenanjung Korea berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Seungman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut ( Hendarsah, 2007: 100). Namun secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini. Pihak Selatan selalu curiga terhadap mereka di utara paralel 38°. Dan pihak Utara selalu menatap ke selatan dan berkeinginan menyatukan rakyat Korea untuk menghadapi bersama musuh besar dari luar.
Setelah 1953, Korea Utara dan Korea Selatan dalam keadaan gencatan senjata. Pada tahun-tahun setelahnya, bukan berarti tidak ada masalah, namun masih banyak konflik-konflik kecil antar kedua belah pihak. Pada tahun 1994, Kim Jong-Il menggantikan ayahnya, Kim Il-Sung sebagai pemimpin baru Korea Utara. Pada tahun yang sama, Korea Utara setuju menghentikan program nuklirnya dan memulai beberapa hubungan kerja sama dengan Amerika Serikat. Ketika Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung, mulai berkuasa pada tahun 1998 ia mengumumkan “Sunshine Policy” atau kebijakan sinar matahari, yaitu sebuah kebijakan yang bertujuan meningkatkan interaksi antara kedua negara.
Pelunakan hubungan kedua negara terlihat pada tanggal 13—15 Juni tahun 2000, ketika pertemuan tingkat tinggi antar Korea diadakan untuk pertama kalinya. “Sunshine Policy” mendapatkan ujian pertama pada bulan Oktober 2002 ketika AS mengumumkan Korea Utara telah memulai program rahasia senjata nuklir. Hal tersebut menyulut ketegangan antara AS dan Korea Selatan denga Korea Utara.
Presiden Korea Selatan Roh Moo Hyun, dalam pidatonya tanggal 25 Februari 2003 berjanji akan membangun Korea Seatan menjadi “ pusat Asia Timur Laut” untuk meningkatkan hubungan antar Korea dan memimpin Korea Selatan menuju era perdamaian dan kemakmuran (Tanpa nama (Online), 2013). Pada tanggal 2—4 Oktober 2007 di Pyongyang, kembali diadakan pertemuan tingkat tinggi antar Korea. Kedua kepala negara mendiskusikan tentang kemajuan hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan, perdamaian di Semenanjung Korea dan kesejahteraan rakyat Korea dan penyatuan Korea.
Pada 26 Maret 2010, Kapal Korea Selatan tenggelam, Korsel menaruh curiga pada Korut hingga hubungan kedua negara memanas. Korea Utara menyatakan akan memutuskan semua hubungan diplomatik dengan Korea Selatan. Hal itu dilakukan oleh Korea Utara sebagai tindakan balasan atas sanksi yang diberikan terkait dengan tenggelamnya kapal angkatan laut Korea Selatan (Pemita (Online), 2010). Selain itu Korea Utara juga akan menutup semua kantor kerjasama Korea Utara-Selatan di pusat industrri, di kota perbatasan Kaesong. Langkah yang selanjutanya akan diambil oleh Korea Utara adalah mendeportasi semua warga Korea Selatan yang sedang bekerja di Korea Utara. Lebih jauh lagi, Korea Utara juga melarang kapal dan pesawat Korea Selatan melintasi perairan daerah teritori Korea Utara.
Menyusul ketegangan yang terus terjadi antara dua negara karena Korea Utara terus melakukan uji coba nuklir, dan peluncuran artileri dari Korea Utara yang menyebabkan kematian dua warga sipil dan dua anggota militer Korea Selatan, pada November 2010, Kementrian Penyatuan Korea Selatan secara resmi menyatakan bahwa ‘Sunshine Policy’ gagal, dan membawa kepada berakhirnya kebijakan tersebut. Tanggal 1 Januari 2013, Kim Jong-Un (menggantikan ayahnya yang meninggal, Kim Jong-Il) menyampaikan pesan tahun baru melalui  siaran televisi, menyerukan untuk membina hubungan lebih baik dengan Korea Selatan. Tapi pada bulan Februari 2013, Korea Utara melakukan uji coba nuklir ke-3, yang dikatakan dua kali lebih besar dibandingkan uji coba pada tahun 2009.
Pada tahun 2013, hubungan Korea Utara dan Korea Selatan kembali memanas karena Kim Jong-Un memulai konflik dengan memprovokasi negara tetangga tersebut. Provokasi yang dilakukan merupakan serangan altileri ke Korea Selatan yang pada akhirnya membuat suasana di kawasan tersebut kembali tegang secara mendadak. Artileri Korea Utara pun berhasil melumpuhkan sumber tenaga listrik di Pulau Yeonpyeong serta dua warga dilaporkan terluka. Pihak militer Korea Selatan langsung menyatakan status siaga tinggi. Pemerintah Korea Selatan langsung menggelar rapat mendadak. Mereka mengatakan akan mengambil tindakan tegas jika Korea Utara melanjutkan provokasi. Di sisi lain, Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak, menyerukan upaya untuk meredam aksi saling tembak. Militer Korea Selatan mengumumkan satu tentara tewas, 13 luka-luka termasuk tiga orang luka berat.
Kesimpulan
Perang Korea disebabkan oleh adanya persaingan ideologi antara AS dan Uni Soviet, pembagian wilayah menjadi dua bagian, dan tidak adanya kesepakatan antara AS dan Uni Soviet tentang pembentukan Korea Utara. Sebab khususnya adalah adanya yang mengesahkan laporan pemilihan di Korea Selatan. Korea Utara merasa hak-haknya tidak diakui PBB. Perang Korea berlangsung antara tanggal 25 Juni 1950—27 Juli 1953. Perang tersebut bukan sekedar perang antara Korea Utara dan Korea Selatan. Tetapi di balik Korea Utara ada Uni Soviet dan RRC, sedangkan di balik Korea Selatan ada Amerika Serikat dan sekutu-sekutu PBB-nya. Korea Utara sempat menguasai Seoul dan wilayah-wilayah Korea Selatan, namun Korea Selatan sempat bangkit dan unggul. Pada akhirnya Korea Utara berhasil memukul mundur pasukan PBB ke Selatan. Namun pada perang ini tidak ada pihak yang menang atau kalah, kedua negara sama-sama mengalami kerugian dan menewaskan banyak korban.
Perundingan-perundingan dilaksanakan sepanjang Perang Korea, namun tidak berhasil meredam konflik tersebut. Hingga pada Juli 1953 terjadi kesepakatan gencatan senjata. Namun konflik sebenarnya belum berakhir hingga saat ini. Hubungan kedua negara tetap memanas dipicu provokasi dari pihak Utara.
Korban Perang

Tentara PBB dan AS menghitung jumlah tentara China dan Korea Utara yang tewas berdasarkan laporan korban-tewas di lapangan, interogasi tahanan perang, dan intelejen militer (dokumen, mata-mata, dan lain-lain). Korban tewas: AS: 36.940 terbunuh, China:100.000—1.500.000 terbunuh; kebanyakan sumber memperkirakan 400.000 orang yang terbunuh; Korea Utara: 214,000–520,000; kebanyakan sumber memperkirakan 500.000 orang yang terbunuh. Korea Selatan: Rakyat sipil: 245.000—415.000 terbunuh; Total rakyat sipil yang tewas antara 1.500.000—3.000.000; kebanyakan sumber memperkirakan 2.000.000 orang tewas.

Film Tentang Perang Korea


This is Korea!
This is Korea!
Film dokumenter berwarna ini dirilis pada tahun 1951, dua tahun sebelum Perang Korea berakhir. Film yang mendokumentasikan awal dari konflik ini tidak menggunakan efek cuplikan dan menampilkan wawancara dengan perwira dan tamtama militer asli. Film ini disebut penting karena merintis penggunaan film dokumenter dan foto jurnalistik dalam Perang Vietnam mendatang. This is Korea! disutradarai oleh pembuat film Amerika terkenal John Ford (The Grapes of Wrath, The Quiet Man, The Searchers).
Battle Circus
Battle Circus
Drama romantis ini berlatar belakang dan dibuat selama Perang Korea meletus. Film ini dirilis pada tahun 1953 dan menampilkan bintang film asal Amerika, Humphrey Bogart. Film ini tidak menyorot isu-isu moralitas berkaitan perang itu sendiri, namun lebih fokus pada isu-isu yang berkaitan dengan kesulitan yang disebabkan oleh perang. Film ini disutradarai oleh Richard Brooks (Cat on a Hot Tin Roof).
Sayonara
Sayonara
Dirilis pada tahun 1957, film ini dibintangi oleh aktor besar Marlon Brando yang memerankan karakter pilot Angkatan Udara Amerika yang jatuh cinta pada penyanyi Jepang selama Perang Korea. Disutradarai oleh Joshua Logan (Camelot), film ini adalah drama romantis yang secara langsung menyorot isu-isu rasisme pada saat itu. Film ini merebut 10 nominasi Oscar dan memenangkan 4 piala Oscar.
All the Young Men
All the Young Men
Film tentang Perang Korea ini juga mengangkat isu-isu rasisme yang ada di militer AS. Kisahnya berkisar tentang seorang sersan peleton kulit hitam yang mengemban tanggung jawab atas pasukan tamtama kulit putih ketika atasannya tewas. Film ini dirilis pada tahun 1960 dan disutradarai oleh Hall Bartlett (Jonathan Livingston Seagull) dan dibintangi Sidney Poitier dan Alan Ladd.
MASH
MASH
Meskipun dapat dilihat sebagai sebuah penafsiran Perang Vietnam, film terkenal tahun 1970 ini berkisah tentang sekelompok dokter militer dalam Perang Korea yang menggunakan humor untuk melawan kengerian perang. Film sarat pujian ini disutradarai oleh Robert Altman (Nashville) dan dibintangi Donald Sutherland, Tom Skerritt, Sally Kellerman, Elliot Gould, and Robert Duvall. MASH memenangkan Oscar untuk kategori Skenario Adaptasi Terbaik dan menginspirasi serial televisi terkenal yang lama ditayangkan, M*A*S*H.
MacArthur
MacArthur
Jenderal Douglas MacArthur bertanggung jawab atas Perang Korea sampai tahun 1952, di mana saat ia dibebastugaskan oleh Presiden AS Harry S. Truman karena dianggap melakukan pembangkangan. Film buatan tahun 1977 ini menceritakan kisah hidup sang Jenderal dan disutradarai oleh Joseph Sargent. Film ini dibintangi Gregory Peck dan mendapat nominasi Golden Globe.
Taegukgi hwinalrimyeo
Tae Guk Gi
Film Korea Selatan ini, yang judul aslinya berarti “The Brotherhood of War”, disutradari dan ditulis oleh Je-gyu Kang pada tahun 2004. Film ini mengisahkan kakak beradik miskin namun bahagia yang tinggal bersama ibu dan adik perempuannya. Masalah datang ketika sang adik dipaksa berjuang dalam Perang Korea, sedangkan sang kakak juga diplot untuk melindungi adiknya dalam medan perang. Film ini memenangkan sembilan penghargaan, termasuk Film Terbaik dan Sutradara Terbaik dalam Festival Film Asia-Pasifik.

 
DAFTAR RUJUKAN
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Korea
http://zakyazymah.blogspot.co.id/2014/03/terjadinya-perang-korea-19501953-dan.html 
http://www.kembangpete.com/2014/06/07/film-film-bertema-perang-korea-terbaik/
 
 

 


 


 








No comments: