Friday, March 4, 2016



Suleiman I
Suleiman I



Suleiman I (Turki Utsmaniyah: سليمان Suleymān, Turki Modern: Süleyman; 6 November 1494  – 5/6/7 September 1566) adalah sultan Turki Utsmaniyah ke-10 yang berkuasa dari tahun 1520 hingga 1566. Ia dikenal sebagai Suleiman yang Luar Biasa di Barat, dan pemberi hukum (bahasa Turki: Kanuni; bahasa Arab: القانونى, al‐Qānūnī) di Timur karena pencapaiannya dalam menyusun kembali sistem undang-undang Utsmaniyah. Ia merupakan tokoh penting pada Eropa abad ke-16. Suleiman memimpin tentara Utsmaniyah menaklukkan Belgrade, Rhodes, dan sebagian besar Hongaria sebelum berhasil dipukul mundur dalam Pengepungan Wina tahun 1529. Ia menganeksasi sebagian besar Timur Tengah dan Afrika Utara (hingga sejauh Aljazair di barat). Di bawah kekuasaannya, armada Utsmaniyah menguasai Laut Tengah, Merah, dan Teluk Persia.[3]
Dalam upayanya untuk memperkuat Utsmaniyah, Suleiman melancarkan reformasi legislatif yang berhubungan dengan masyarakat, pendidikan, perpajakan, dan hukum kriminal. Hukum kanoniknya (atau Kanun) memperbaiki bentuk kekaisaran selama berabad-abad setelah kematiannya. Selain merupakan penyair dan tukang emas, ia juga menjadi pelindung budaya yang besar, hingga Utsmaniyah mencapai masa keemasan dalam bidang artistik, sastra, dan arsitektur.[4] Suleiman mampu menuturkan lima bahasa: Bahasa Turki Utsmaniyah, Arab, Serbia, Chagatai (dialek bahasa Turki dan berhubungan dengan Uighur), dan Persia.
Suleiman menikahi seorang perempuan harem yang bernama Hürrem Sultan, meskipun tindakan ini melanggar tradisi Utsmaniyah. Putra mereka, Selim II, menggantikan Suleiman setelah berkuasa selama 46 tahun.

Kehidupan awal

Suleiman lahir diperkirakan pada tanggal 6 November 1494 di Trabzon, di daerah pantai Laut Hitam. Ibunya adalah Valide Sultan Aishe Hafsa Sultan atau Hafsa Hatun Sultan, yang wafat pada tahun 1534. Pada usia tujuh tahun, ia dikirim untuk belajar sains, sejarah, sastra, teologi, dan taktik militer di sekolah Istana Topkapı di Konstantinopel. Sebagai seorang pemuda, ia berteman dengan Ibrahim, seorang budak yang di kemudian hari menjadi penasihatnya yang paling dipercaya. Pada usia 17 tahun, Suleiman ditunjuk sebagai Gubernur Kaffa (Theodosia), kemudian ia juga ditunjuk menjadi Gubernur Sarukhan (Manisa) setelah sebelumnya menjabat sebentar di Edirne. Saat ayahnya, Selim I (1465–1520), meninggal dunia, Suleiman kembali ke Konstatinopel dan mengambil kekuasaan sebagai Sultan Usmaniyah ke-10.
Catatan yang dibuat oleh seorang utusan Republik Venesia, Bartolomeo Contarini, beberapa minggu setelah Suleiman naik takhta mendeskripsikan Suleiman sebagai berikut: "Ia berusia 25 tahun, tinggi, namun lincah, dan berkulit halus. Lehernya agak panjang, wajahnya pipih, dan hidungnya bengkok. Ia memiliki kumis dan janggut; pembawaannya menyenangkan meski kulitnya cenderung terlihat pucat. Konon ia adalah seorang tuan yang baik, suka belajar, dan menjadi harapan masyarakat untuk menciptakan kemakmuran dalam kekuasaannya." Beberapa sejarawan menyatakan bahwa pada masa mudanya Suleiman memiliki kekaguman yang besar terhadap Alexander Agung. Ia terpengaruh visi Alexander untuk membangun kekaisaran dunia yang menguasai daerah Timur dan Barat, dan konon hal ini yang mendorongnya melakukan kampanye militer ke wilayah Asia, Afrika, serta Eropa.

Masa Pertumbuhan dan Awal Pemerintahan
Ayah Sultan Sulaiman adalah Sultan Salim I dan ibunya bernama Hafshah. Sultan Sulaiman dilahirkan di Kota Trabzon tahun 900 H bertepatan dengan 1495 M. Saat ia dilahirkan, sang ayah menjabat amir daerah Trabzon. Ayahnya memberikan perhatian yang begitu besar padanya. Sedari kecil, ia dididik untuk mencintai ilmu dan sastra, mencintai ulama, ahli fikih, dan sastrawan. Sulaiman kecil dikenal sebagai seorang anak yang tekun dan memiliki kesungguhan.


Kota Trabzon, kota kelahiran Sultan Sulaiman. Terletak di wilayah tenggara Republik Turki.
Kota Trabzon, kota kelahiran Sultan Sulaiman. Terletak di wilayah tenggara Republik Turki.
Tatkala ayahnya wafat pada 9 Syawal 926 H atau 22 September 1520 M, Sulaiman diangkat menjadi raja yang baru menggantikan ayahnya. Saat itulah secara langsung ia memegang urusan negara dan memainkan peranan utama dalam perpolitikannya. Di awal pelatikannya, ia membuka khotbahnya dengan membaca ayat,
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Naml: 30).
Dalam masa pemerintahannya, Sultan Sulaiman benar-benar total memenuhi hari-harinya untuk bertanggungjawab sebagai kepala negara.
Di awal pemerintahannya, ia berhasil memperluas pengaruh kerajaan, mengalahkan pihak asing yang hendak mencampuri urusan kerajaan, dan menertibkan wilayah yang hendak melepaskan diri dari otoritas Utsmani. Mereka mengira karena usia Sultan Sulaiman yang masih sangat muda, 26 tahun, merupakan kesempatan yang tepat untuk mewujudkan ambisi dan keinginan mereka. Ternyata tidak semudah apa yang mereka sangka. Di usia belianya, Sultan Sulaiman sudah memiliki kekuatan dan kematangan dalam memimpin.
Sultan Sulaiman berhasil memadamkan api pemberontakan yang dikobarkan oleh Janbirdi al-Ghazali di Syam, Ahmad Basya di Mesir, dan seorang Syiah yang bernama Qulandar Jalabi di daerah Konya dan Kahramanmaraş. Qulandar mengerahkan 30.000 pengikutnya untuk mengadakan revolusi, menggulingkan kerajaan.
Jihad Mengusir Penjajah Eropa di Timur Tengah
Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman, terjadi beberapa kali peperangan. Hal tersebut berkonsekuensi menjadikan wilayah kekuasaan kerajaan Utsmani kian luas hingga mencapai Eropa, Asia, dan Afrika. Pada tahun 927 H/1521 M, Utsmani berhasil menguasai wilayah Belgrade (ibu kota Serbia sekarang). Tahun 935 H/1529 pasukan Utsmani mengepung Kota Vienna (ibu kota Austria sekarang) walaupun tidak berhasil menguasainya. Di kesempatan berikutnya upaya menaklukkan Vienna kembali dilakukan, namun hasilnya tetap sama. Kemudian Budapest, ibu kota Hungaria menjadi salah satu propinsi Utsmani.
Wilayah kekuasaan Turki Utsmani
Wilayah kekuasaan Turki Utsmani
Di Asia, Sultan Sulaiman menghadapi tiga kali peperangan besar dengan negara Syiah, Kerajaan Shafawi. Dimulai pada tahun 941 H/1534 M yang mengakibatkan Irak menjadi bagian dari Daulah Utsmaniyah. Kemudian tahun 955 H/1548 M, Tabriz (wilayah Iran) menjadi bagian dari Utsmani. Dan pada tahun 962 H/1555 M, Sultan Sulaiman berhasil memaksa Shah Tahmasp I (Raja Iran) untuk mengikat perjanjian perdamaian sekaligus menjadikan Utsmani berkuasa penuh atas Arywan, Tabriz, dan Anatolia.
Sultan Sulaiman juga menghadapi Portugal di Samudera Hindia dan Teluk Arab. Pada tahun 953 H/1546, Yaman, Oman, Ahsa, dan Qatar menjadi propinsi-propinsi Daulah Utsmani. Hal ini menyebabkan semakin kecilnya pengaruh Portugal di Timur Tengah.
Di Afrika, Libia, sebagian besar Tunisia, Eritria, Jibouti, dan Shomalia menjadi bagian wilayah Turki Utsmani di masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qonuni.
Pembangunan Maritim Utsmani
Pembangunan maritim Utsmani mulai dirintis dan mengalami pertumbuhan pesat pada masa pemerintahan Sultan Bayazid II. Angkatan laut kerajaan memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kedaulatan laut kerajaan. Pada masa Sultan Sulaiman, kekuatan maritim pun kian diperkokoh. Dengan panglima angkatan laut yang terkenal Khoiruddin Barbarosa, yang dicitrakan Barat sebagai seorang bajak laut. Barbarosa adalah seorang panglima angkatan laut Utsmani yang tangguh. Ia berhasil menguasai pantai Spanyol dan menghancurkan angkatan laut Pasukan Salib di Laut Mediterania.
Khoiruddin Barbarosa memiliki peranan yang signifikan dalam membantu Sultan Sulaiman menghadapi orang-orang Spanyol dan menyelamatkan ribuan muslim Spanyol dari kekejaman Kristen Eropa. Pada tahun 935 H/ 1529 M, kapal-kapal laut Utsmani diberangkatkan menuju pesisir Spanyol untuk mengangkut sekitar 7000 muslim Spanyol yang diburu oleh pemerintah Kristen Spanyol untuk dibunuh, dipaksa memeluk Kristen, atau dijadikan budak.
Sultan juga mempercayakan Khoiruddin Barbarosa dalam menghadapi serangan orang-orang Spanyol di Laut Mediterania. Spanyol menderita kerugian yang sangat besar karena kalah dalam pertempuran tersebut. Dan penderitaan terbesar aliansi Kristen adalah dalam Perang Preveza pada tahun 945 H/1538 M.
Khoiruddin Barbarosa juga berperan dalam kerja sama militer dengan Prancis saat membebaskan Kota Nice pada tahun 950 H/1543 M. Hasil dari kerja sama ini adalah Utsmani diberikan kekuasaan atas kota pelabuhan Toulon. Dan Kota Toulon pun menjadi basis militer dan pelabuhan Kerajaan Utsmani di Laut Mediterania bagian barat.
Perkembangan Daulah Utsmaniyah di Masa Sultan Sulaiman
Kekuasaan Utsmani kian meluas hingga mencapai Laut Merah karena mereka berhasil mengusir orang-orang Portugal dari wilayah tersebut. Di Afrika, Habasyah pun menjadi bagian dari Utsmani. Dengan demikian, jalur-jalur perdagangan antara Asia dan dunia Barat melewati negara Islam Turki Utsmani.

Kampanye militer

Penaklukan di Eropa

Setelah menggantikan ayahnya, Suleiman mengembangkan wilayah kekuasaan melalui serangkaian kampanye militer. Langkah awal yang dilakukannya adalah menekan pemberontakan yang dilakukan oleh Gubernur Damaskus pada tahun 1521. Setelah itu, Suleiman melakukan penyerangan ke wilayah Belgrade yang dikuasai oleh Kerajaan Hongaria. Penyerangan itu sangat vital untuk menaklukkan Kerajaan Hongaria yang—sejak kejatuhan Serbia, Bulgaria, Albania, dan Kekaisaran Romawi Timur—menjadi satu-satunya penghalang kampanye militer Utsmaniyah ke Eropa. Suleiman mengepung Belgrade dan mulai melakukan pengeboman besar-besaran dari kepulauan di wilayah Donau. Dengan pasukan yang hanya berjumlah sekitar 700 orang dan tanpa bantuan dari Hongaria, Belgrade jatuh ke tangan Suleiman pada bulan Agustus 1521.
Suleiman pada masa muda

Berita jatuhnya salah satu benteng terkuat umat Kristen menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran di seluruh Eropa. Sebagaimana yang dicatat oleh seorang duta besar Kekaisaran Suci Romawi di Konstatinopel: "Penaklukan Belgrade adalah awal dari peristiwa-peristiwa dramatis yang menimpa Hongaria. Penaklukan itu berlanjut dengan kematian Raja Lajos, penaklukan Buda, pendudukan Transilvania, dan hancurnya kerajaan yang pernah berkembang serta timbulnya ketakutan di negara-negara tetangga yang khawatir mereka akan mengalami nasib yang sama..."[12]
Jalan untuk menyerang langsung Hongaria dan Austria sudah terbuka, namun Suleiman mengalihkan perhatiannya kepada kepulauan Rodos di Mediterania Timur, kota basis Ksatria Hospitaller. Ordo ksatria itu dikenal memiliki unit bajak laut di wilayah Asia Kecil dan Levant yang kegiatan operasinya mengganggu kepentingan Utsmaniyah. Pada musim panas 1522, Suleiman mengirim armada berkekuatan 400 kapal dan secara personal memimpin 100.000 tentara menyeberangi Asia Kecil.[13] Meskipun mengalami perlawanan yang sangat hebat dalam Pengepungan Rodos, kota tersebut berhasil dikuasai dan Ksatria Rodos diusir dari sana.
Dengan memburuknya hubungan antara Hongaria dengan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman melanjutkan kampanyenya di Eropa Timur pada 29 Agustus 1526 dengan mengalahkan Louis II dari Hongaria (1506–26) dalam Pertempuran Mohács. Ketika menemukan mayat Raja Louis, Suleiman konon berkata: "Aku memang datang membawa senjata untuk menghadapinya; namun bukan keinginanku melihatnya tewas karena ia belum banyak menikmati indahnya kehidupan dan kebangsawanan."[14][15] Sejak itu kerajaan Hongaria mengalami kemunduran dan Utsmaniyah bangkit menjadi kekuatan utama di Eropa Timur.
Di bawah kepemimpinan Karl V dan saudaranya Ferdinand I, Kaisar Romawi Suci, Wangsa Habsburg menyerang dan menaklukkan kembali Buda serta menguasai Hongaria. Pada tahun 1529, Suleiman sekali lagi mengerahkan pasukan untuk menyerang Buda, dan berhasil merebutnya. Selain Buda, ia juga menyerang Wina. Namun dengan 16.000 tentara yang menjaga, Austria berhasil mempertahankan Wina.[17] Usaha kedua untuk menaklukkan Wina pada tahun 1532 juga gagal, Suleiman terpaksa mundur sebelum mencapai kota. Kedua kekalahan ini terjadi akibat buruknya cuaca (yang memaksa mereka meninggalkan peralatan-peralatan penting) dan terlalu panjangnya rantai persediaan.[18] Penyerangan ini merupakan salah satu ekspedisi paling ambisius Kesultanan Utsmaniyah.

Raja János Sigismund dari Hongaria bersama Suleiman pada tahun 1556.
Pada tahun 1540-an, terjadi konflik di Hongaria. Beberapa bangsawan Hongaria mengusulkan agar Ferdinand, Adipati Utama Austria (1519–64), yang pernah menjadi pemimpin Austria dan masih satu keluarga dengan Louis II, menjadi Raja Hongaria dengan mengutip sebuah perjanjian bahwa wangsa Habsburg akan mendapatkan takhta Hungaria apabila Louis tewas tanpa menunjuk putra mahkota,[19] namun beberapa bangsawan lebih mendukung János Zápolya. Konflik ini memberikan peluang bagi Suleiman untuk membalas kekalahannya di Wina.

Pada tahun 1541, wangsa Habsburgs sekali lagi terlibat konflik dengan Utsmaniyah dengan menyerang Buda. Namun penyerangan itu gagal, bahkan beberapa benteng mereka balik direbut dalam serangan balasan Utsmaniyah. Ferdinand dan saudaranya Karl V kalah dan dipaksa menandatangani perjanjian yang memalukan di hadapan Suleiman. Ferdinand dipaksa melepas klaimnya atas takhta Hongaria dan diwajibkan membayar upeti dalam jumlah tetap setiap tahunnya kepada Sultan.
Dengan hancurnya saingan-saingan utama, Kesultanan Utsmaniyah menjadi kekaisaran terkuat dan memegang peranan paling penting di Eropa ketika itu.

Perang Utsmaniyah-Safawiyah

Setelah Suleiman menstabilisasi pasukannya di front Eropa, ia mengalihkan perhatiannya untuk menyerang Dinasti Safawiyah dari Persia. Ada dua peristiwa yang menyebabkan Suleiman memandang Dinasti Safawiyah sebagai ancaman. Pertama, Gubernur Baghdad yang loyal kepada Suleiman dibunuh oleh Shah Tahmasp dan digantikan dengan orang yang setia kepada Shah. Kedua, Gubernur Bitlis yang dikuasai Suleiman berkhianat dan menyatakan kesetiaan pada Dinasti Safawiyah. Sebagai hasilnya, pada tahun 1533, Suleiman memerintahkan Wazir Agung Ibrahim Pasha untuk memimpin pasukan ke Asia. Ia kemudian berhasil merebut kembali Bitlis dan menguasai Tabriz tanpa perlawanan berarti. Suleiman menyusul dan bergabung dengan pasukan Ibrahim pada 1534 dan melakukan penyerangan langsung ke Persia. Shah lebih memilih mengorbankan teritorinya daripada menghadapi Suleiman.Pada tahun berikutnya Suleiman dan Ibrahim berhasil memasuki Baghdad, komandannya menyerahkan kota dan mengakui Suleiman sebagai pemimpin dunia Muslim dan pengganti sah kekhalifahan Abbasiyah.
Bermaksud menghancurkan Shah untuk selamanya, Suleiman berangkat dalam kampanye kedua pada tahun 1548–1549. Seperti sebelumnya, Tahmasp menghindari konfrontasi dengan pasukan Utsmaniyah dan memilih untuk mundur sambil melancarkan taktik bumi hangus. Setelah menguasai Tabriz, Armenia, dan beberapa benteng di Georgia, Suleiman memilih untuk menghentikan kampanyenya karena kerasnya musim dingin di Kaukasus.
Pada tahun 1553 Suleiman memulai kampanye ketiga dan terakhirnya melawan Shah. Sebelumnya pasukan Utsmaniyah mengalami kekalahan di Erzurum dan kehilangan kekuasaan atas kota tersebut di tangan anak Shah. Suleiman berniat kembali menguasai Erzurum dengan menyeberangi Sungai Efrat. Pasukan Shah kembali menggunakan taktiknya menghindari pasukan Utsmaniyah, yang berakibat terjadinya kebuntuan (stalemate). Pada tahun 1554, sebuah perjanjian ditandatangani yang mengakhiri kampanye militer Suleiman di Asia. Termasuk dalam perjanjian itu adalah Suleiman mengembalikan Tabriz, namun sebagai gantinya mendapatkan Baghdad, sebagian Mesopotamia, mulut Sungai Efrat dan Tigris, serta sebagian Teluk Persia. Shah juga berjanji untuk tidak melakukan serangan apa pun ke wilayah Utsmaniyah.
Miniatur yang menggambarkan Suleiman mengerahkan tentara di Nakhchivan, musim panas 1554

Kampanye di Samudra Hindia dan India

Di Samudra Hindia, Suleiman memimpin beberapa kampanye laut terhadap Portugal dengan tujuan mengusir mereka dan mengamankan jalur perdagangan dengan India. Aden di Yemen direbut oleh Utsmaniyah pada tahun 1538 untuk dijadikan basis serangan terhadap jajahan Portugal di pantai Barat India. Pada bulan September 1538, Utsmaniyah gagal mengalahkan Portugal dalam Pengepungan Diu dan terpaksa kembali ke Aden. Dari Aden, tentara Utsmaniyah dipimpin Sulayman Pasha dapat mengambil alih seluruh wilayah Yemen serta Sa'na. Akan tetapi, Aden memberontak dan meminta bantuan Portugal, sehingga Portugal menguasai kembali kota tersebut, hingga direbut lagi oleh pasukan Utsmaniyah di bawah pimpinan Piri Reis pada tahun 1548.
Dengan kendali yang kuat atas Laut Merah, Suleiman berhasil mengamankan jalur perdagangan India yang dahulu dikuasai Portugal, dan menjaga perdagangan dengan India selama abad ke-16.
Pada tahun 1564, Suleiman menerima utusan dari Kesultanan Aceh, yang meminta bantuan melawan Portugis. Maka ekspedisi Utsmaniyah ke Aceh diluncurkan dan berhasil memberikan dukungan militer terhadap Aceh

Mediterania dan Afrika Utara

Setelah berhasil melakukan konsolidasi pada pasukan daratnya, Suleiman mendapatkan kabar bahwa benteng Koroni di Morea telah direbut salah satu admiral Karl V, Andrea Doria. Kehadiran pasukan Spanyol di Mediterania Timur menimbulkan kekhawatiran Suleiman, yang melihat itu sebagai indikasi bahwa Karl V mencoba mengganggu dominasi Utsmaniyah di kawasan. Suleiman merasa perlu mempertegas kekuatannya di Mediterania sehingga ia mengerahkan salah satu komandan laut terbaiknya Khair ad Din, yang oleh orang Eropa dikenal dengan nama Barbarossa. Barbarossa ditugaskan untuk membangun kembali angkatan Utsmaniyah hingga Utsmaniyah memiliki jumlah armada yang sama dengan total seluruh armada negara-negara lain di Mediterania digabungkan.Pada tahun 1535 Karl V mendapatkan kemenangan atas Utsmaniyah di Tunis. Di saat yang sama, Suleiman sedang berperang dengan Venesia. Hal ini memaksa Suleiman untuk menyetujui proposal pembentukan aliansi dari François I dari Perancis untuk melawan Karl.[22] Pada tahun 1538, armada Spanyol dikalahkan oleh Barbarossa dalam Pertempuran Preveza, sehingga Utsmaniyah berkuasa di wilayah itu selama 33 tahun hingga kekalahan mereka dalam Pertempuran Lepanto pada tahun 1571.
François I (kiri) dan Suleiman (kanan) memulai aliansi Perancis-Utsmaniyah dari tahun 1530-an.
Bagian timur Maroko berhasil dikuasai. Wilayah Berberia seperti Tripolitania, Tunisia, dan Algeria dikuasai dan diberi status provinsi otonom serta dijadikan ujung tombak Suleiman dalam menghadapi Karl V.[33] Dalam periode pendek ekspansi itu mampu mengamankan dominasi laut Utsmaniyah di Mediterania. Angkatan laut Utsmaniyah juga mengontrol Laut Merah, dan menguasai Teluk Persia hingga 1554, ketika kapal-kapal mereka dihancurkan oleh angkatan laut Kekaisaran Portugis. Portugis juga menguasai Ormus pada tahun 1515 dan bertempur dengan tentara Suleiman untuk merebut Aden.
Pengepungan Malta pada tahun 1565: Kedatangan angkatan laut Utsmaniyah, oleh Matteo Perez d' Aleccio
Karena sedang menghadapi musuh yang sama, François I dan Suleiman memperbaharui perjanjian aliansi mereka. Sebagai hasilnya, Suleiman mengirimkan 100 kapal di bawah pimpinan Barbarossa untuk membantu pasukan Perancis di Mediterania Barat. Barbarossa berhasil menguasai pantai Naples dan Sisilia sebelum sampai ke Perancis. Perancis kemudian menjadikan Toulon sebagai markas besar angkatan laut Utsmaniyah. Dari sana Barbarossa menyerang Nice pada tahun 1543. Pada tahun 1544, François I dan Karl V mengadakan perjanjian perdamaian sehingga aliansi antara Perancis dan Utsmaniyah berakhir sementara.
Di tempat lain, Ksatria Hospitaller yang pernah diusir Utsmaniyah membangun kekuatan baru di Malta, membentuk ordo Ksatria Malta pada 1530. Mereka melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal musim sehingga memancing perhatian Utsmaniyah. Suleiman akhirnya mengirimkan tentara dalam jumlah yang sangat besar untuk mengusir mereka. Pertempuran dimulai pada 18 Mei dan berakhir pada 8 September. Awalnya pasukan Utsmaniyah berhasil membantai Ksatria Malta dan menghancurkan beberapa kota, namun tentara bantuan dari Spanyol datang dan membalikkan keadaan, menyebabkan tewasnya 30.000 tentara Utsmaniyah.

Penerus

Suleiman memiliki delapan anak dari dua istri, empat di antaranya hidup hingga lebih dari tahun 1550-an. Mereka adalah Mustafa, Selim, Bayezid, dan Jihangir. Dari keempatnya, hanya Mustafa yang bukan anak dari Hürrem Sultan, melainkan anak dari Mahidevran Gülbahar Sultan dan karenanya ia berada di urutan pertama dari empat anak yang akan menggantikan Sultan. Hürrem khawatir bila Mustafa yang menjadi Sultan, anak-anaknya akan terkucil. Mustafa diakui memiliki talenta lebih besar dibanding anak Sultan lainnya, dan juga mendapat dukungan Pargalı İbrahim Pasha, yang ketika itu masih menjadi Wazir Agung. Duta besar Austria Busbecq mencatat "Di antara anak-anak Suleiman ada yang bernama Mustafa, yang sangat terdidik dan bijaksana serta dalam usia yang matang, 24 atau 25 tahun; semoga Tuhan tidak membiarkan barbar sepertinya datang mendekati kita", dan juga menyebut "bakat alami yang luar biasa" yang dimiliki Mustafa.[54]
Potret Suleiman oleh Nigari, menjelang akhir kekuasaannya pada tahun 1560.
Dalam pergantian kekuasaannya, timbul intrik-intrik yang kemungkinan didalangi oleh Hürrem. Meskipun ia adalah seorang istri Sultan, Hürrem tidak memiliki peran resmi apa pun dalam pemerintahan, namun demikian ia tetap memiliki pengaruh politik. Karena kesultanan tidak memiliki aturan formal, pergantian kekuasaan biasanya diwarnai oleh pembunuhan di antara pangeran-pangeran yang bersaing memperebutkan takhta untuk menghindari terjadinya perang saudara atau pemberontakan. Agar anak-anaknya terhindar dari hukuman mati atau pembunuhan, Hürrem menggunakan pengaruhnya untuk menyingkirkan mereka yang mendukung Mustafa.
Hürrem diduga mendalangi dan mendorong Suleiman untuk membunuh Ibrahim dan menggantinya dengan menantu Hürrem, Rustem Pasha. Pada tahun 1552, ketika kampanye melawan Persia dimulai dan Rustem ditunjuk sebagai komandan ekspedisi, intrik melawan Mustafa dimulai. Rustem mengirimkan salah satu orang kepercayaan Suleiman untuk melaporkan bahwa karena Suleiman tidak lagi memimpin, pasukan berpikir bahwa inilah saatnya seorang pangeran yang lebih muda untuk menggantikannya; pada saat yang sama Rustem menyebar isu bahwa Mustafa mendukung ide itu. Suleiman marah dan menuduh Mustafa hendak merebut kekuasaan.
Ketika Mustafa kembali dari kampanye di Persia, Suleiman memanggil Mustafa untuk datang ke tendanya di Lembah Ereğli, dan menyebutkan bahwa "Mustafa dapat datang dan menjelaskan semua permasalahan yang dituduhkan kepadanya; tidak ada yang perlu ditakutan". Mustafa hanya memiliki dua pilihan: ia datang kepada ayahnya dengan risiko dibunuh; atau, bila ia menolak datang, ia akan dituduh berkhianat. Mustafa akhirnya memilih untuk menghadap ayahnya dengan keyakinan bahwa pasukannya akan melindungi dia. Busbecq, yang mengklaim mendapatkan keterangan dari beberapa saksi, menggambarkan momen terakhir Mustafa. Ketika Mustafa memasuki tenda ayahnya, salah seorang kasim Suleiman menyerangnya. Mustafa mencoba bertahan namun kewalahan dengan banyaknya penyerang dan akhirnya tewas dicekik menggunakan tali.
Jihangir meninggal beberapa bulan kemudian, konon disebabkan karena kesedihan yang mendalam akibat kakak tirinya, Mustafa, tewas. Dua saudara yang tersisa, Bayezid dan Selim, diberikan wilayah kekuasaan masing-masing. Namun, dalam beberapa tahun, perang saudara pecah, keduanya didukung oleh pasukan-pasukannya masing-masing.Dengan bantuan dari pasukan ayahnya, Selim mengalahkan Beyezid di Konya pada tahun 1559, menyebabkan Beyezid lari ke Persia bersama empat anaknya. Dalam sebuah perjanjian, Suleiman meminta kepada Shah Persia untuk mengekstradisi atau mengekeskusi Beyezid dengan imbalan sejumlah besar emas. Shah akhirnya mengizinkan algojo dari Turki untuk mengeksekusi Beyezid dan keempat anaknya pada tahun 1561, memuluskan jalan Selim ke tampuk kekuasaan. Pada tanggal 5 atau 6 September 1566, Suleiman, yang ketika itu hendak memimpin pasukan dalam ekspedisi ke Hongaria, meninggal dunia. Selim pun menggantikan ayahnya memimpin Kesultanan.

Peninggalan

Saat Suleiman wafat, Kesultanan Utsmaniyah telah menjadi salah satu kekuatan yang disegani di dunia.[63] Penaklukan yang dilakukan Suleiman menyebabkan kesultanan menguasai kota-kota besar Islam seperti Mekah, Madinah, Yerusalem, Damaskus, dan Baghdad; sebagian besar provinsi di Balkan (hingga mencapai wilayah Kroasia dan Austria saat ini); serta sebagian besar Afrika Utara. Tak pelak, Kesultanan Utsmaniyah dipandang sebagai ancaman bagi negara-negara Eropa, Busbecq menuliskan: "Di sisi bangsa Turki ada seseorang yang menjadi sumber kejayaan kekaisaran, dengan kekuatan tak terkalahkan, kemenangan yang terus berulang, tekun dalam bekerja keras, memiliki semangat kesatuan, disiplin, kecermatan, dan ketelitian... Bisakah kita meragukan hasilnya?...Ketika Turki selesai berurusan dengan Persia, mereka akan terbang ke tenggorokan kita dengan dukungan seluruh dunia Timur; dan lihatlah betapa tidak siapnya kita."[64]
Türbe (makam) Sultan Süleyman di Masjid Süleymaniye.
Warisan Suleiman tidak terbatas pada bidang militer. Pengelana Perancis Jean de Thévenot satu abad kemudian menyaksikan "basis pertanian yang kuat, kesejahteraan menjadi petani, melimpahnya makanan pokok, dan keunggulan organisasi pada pemerintahan Suleiman". Reformasi administratif dan undang-undang yang memberinya gelar pemberi hukum memastikan keselamatan Utsmaniyah berabad-abad setelah kematiannya.
Melalui perlindungan personalnya, Suleiman juga membawa masa keemasan bagi Utsmaniyah, terutama dalam bidang arsitektur, sastra, seni, teologi, dan filsafat. Kini pemandangan Bosporus dan kota-kota lain di Turki modern dan bekas provinsi Utsmaniyah masih dihiasi oleh karya arsitek Mimar Sinan. Masjid Süleymaniye, tempat bersemayamnya Suleiman dan Herenzaltan, merupakan salah satunya.
Masjid Sultan Suleiman di Mariupol, Ukraina.
Sebuah masjid juga didirikan di Mariupol, Ukraina dan dinamai dari Suleiman. Masjid ini didirikan oleh pebisnis Turki Salih Cihan, yang juga lahir di Trabzon, dan dibuka pada tahun 2005.

  Sumber

https://id.wikipedia.org/wiki/Suleiman_I

 

No comments: